Pada 1815 Tambora meletus dahsyat, dampaknya sampai ke Eropa. Mungkinkah meletus lagi?
VIVAnews - Tiga gunung berapi di Indonesia, Tambora, Pusuk Buhit di Toba, dan Krakatau berada dalam pantauan ketat. Sejarah mencatat, ketiga gunung tersebut pernah meletus dahsyat. Dampaknya tak hanya dirasakan di wilayah Indonesia, tapi juga seluruh dunia.
"Pantauan terhadap gunung dilakukan secara rutin, hanya saat ini lebih intens," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Selasa 8 Maret 2011.
Ada alasan khusus mengapa ketiga gunung itu terus dipantau. "Tambora pernah meletus hebat pada 1815 dan dirasakan sampai Eropa. Tahun itu, tak ada musim panas, sehingga terjadi kelaparan hebat di Eropa. Kami belajar dari situ," tambah Surono.
Dia menjelaskan, jika terjadi letusan dahsyat seperti itu, baik di Tambora maupun gunung-gunung lain, sudah dapat diantisipasi. Apakah mungkin Tambora meletus lagi? "Segala sesuatu mungkin terjadi, apalagi pernah terjadi yang seperti itu," tuturnya.
Surono menambahkan, peristiwa letusan Gunung Merapi pada 2010 sama seperti yang terjadi pada 1822. "Potensi pengulangan ada, yang tak bisa ditentukan, kapan itu terjadi," kata Surono.
Selain Tambora, Krakatau juga pernah meletus hebat. Pada Senin, 27 Agustus 1883 sekitar pukul 10.20, Gunung Krakatau meletus. Kekuatannya 13.000 kali kekuatan bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki.
Menurut Surono, pemantauan terhadap Anak Krakatau --yang muncul paska letusan Krakatau-- juga memiliki arti penting terkait kepentingan dua provinsi. "Apalagi mau dibangun Jembatan Selat Sunda," ujar dia.
Sementara itu, pemantauan Gunung Pusuh Buhit di Toba juga dilakukan secara periodik. Pusuk Buhit yang pernah mengalami letusan dahsyat 70.000 tahun lalu tidak meninggalkan catatan letusan sejak 1400. Aktivitas Pusuk Buhit saat ini lebih banyak mengeluarkan air panas.
Bagaimana hasil pantauan sejauh ini? "Sampai sekarang ini, kalau Anak Krakatau memang status waspada, sedang meletus. Yang lain dalam kondisi normal," ungkap Surono.
Tak hanya dipantau ahli gunung Indonesia, salah satu gunung, Anak Krakatau adalah satu dari 100 gunung berapi yang terus dipantau NASA melalui satelit Earth Observing-1 atau EO-1.
Ada dua alasan yang membuat NASA terus mengamati Anak Krakatau. Selain karena terus-menerus bererupsi, ini juga dilatarbelakangi faktor historis. Sejarah letusannya yang dahsyat. (art)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar