Jpnn
BOGOR -
Data dan informasi Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor, Leny Jantika
mengakui curah hujan tahun ini di Jawa Barat lebih kecil dibanding tahun
lalu. Secara keseluruhan pada kemarau tahun ini curah hujan berada di
bawah normal. Berdasarkan pemantauan stasiun klimatologi, prakiraan
sifat hujan di bawah normal pada September ini akan melanda di sebagian
kecil Bogor bagian barat, Karawang utara, Purwakarta selatan, Subang
selatan, Sumedang utara, Bandung barat, Sukabumi tengah, Garut utara dan
timur, serta beberapa wilayah lainnya di Jawa Barat.
Namun, di beberapa wilayah seperti Bogor bagian utara, tengah, selatan dan barat, lalu Purwakarta utara bagian tengah, Indramayu selatan bagian timur serta Cirebon utara dan selatan, masih berada di atas normal. Artinya, beberapa daerah ini masih akan merasakan guyuran hujan dengan intensitas tinggi. “Pada dasarnya curah hujan di sebagian wilayah Bogor masih di atas normal, tapi sebagian lagi sudah mulai kering,” kata dia.
Leny mengatakan, hal-hal yang menimbulkan potensi kekeringan di antaranya, kondisi defisit curah hujan, masa puncak musim kemarau dimana curah hujan berada di bawah normal, permulaan musim kemarau lebih maju dari rata-rata, daya tampung waduk menurun, serta petani lebih memaksakan menanam padi dengan melakukan illegal pumping. “Kondisi kering yang berkepanjangan ini berpotensi menyebabkan bencana kebakaran,” terangnya.
Menurut Leny, pada musim kemarau ini Stasiun Klimatologi Dramaga juga mengimbau masyarakat Bogor untuk mewaspadai bahaya puting beliung yang bisa terjadi kapan saja. Ia mencontohkan puting beliung pada Rabu (7/9) di Bogor bagian tengah. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa angin tersebut terjadi di bawah awan Cumulonimbus (Cb). Angin terjadi dalam waktu singkat antara tiga hingga lima menit dengan kecepatan mencapai 40-50 km/jam. Angin bersifat lokal dan luasannya sekitar sepuluh kilometer.
Awan Cb, imbuhnya, dapat menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, disertai kilat atau petir dan angin kencang. Berdasarkan citra satelit pada Rabu (7/9), pukul 16:00 hingga 20:00, terjadi pertumbuhan awan Cb disekitar Bogor. “Masyarakat harus mewaspadai puting beliung dengan mengenali tanda-tandanya,” terangnya.
Puting beliung dapat diketahui dengan memperhatikan tanda-tanda sebelum kemunculannya. Dapat dipastikan, sehari sebelum kemunculannya, udara pada malam hari hingga pagi panas atau pengap dan gerah. Sekitar pukul 10:00 pagi, terlihat tumbuh awan Cb berlapis-lapis. Di antara awan tersebut, ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu dan menjulang tinggi seperti bunga kol sayuran.
Untuk mengetahui kedatangan puting beliung juga bisa dengan mengamati dahan dan ranting pepohonan di sekitar. Jika dahan bergoyang cepat dan terasa ada sentuhan udara dingin, ada kemungkinan puting beliung akan menyerang. Namun, sebelumnya ditandai dengan hujan deras secara tiba-tiba, serta sambaran petir yang cukup keras. Puting beliung lebih sering terjadi pada siang hari dengan kecepatan 30 hingga 40 knots serta berdurasi singkat. (ful/rur/ric)
Namun, di beberapa wilayah seperti Bogor bagian utara, tengah, selatan dan barat, lalu Purwakarta utara bagian tengah, Indramayu selatan bagian timur serta Cirebon utara dan selatan, masih berada di atas normal. Artinya, beberapa daerah ini masih akan merasakan guyuran hujan dengan intensitas tinggi. “Pada dasarnya curah hujan di sebagian wilayah Bogor masih di atas normal, tapi sebagian lagi sudah mulai kering,” kata dia.
Leny mengatakan, hal-hal yang menimbulkan potensi kekeringan di antaranya, kondisi defisit curah hujan, masa puncak musim kemarau dimana curah hujan berada di bawah normal, permulaan musim kemarau lebih maju dari rata-rata, daya tampung waduk menurun, serta petani lebih memaksakan menanam padi dengan melakukan illegal pumping. “Kondisi kering yang berkepanjangan ini berpotensi menyebabkan bencana kebakaran,” terangnya.
Menurut Leny, pada musim kemarau ini Stasiun Klimatologi Dramaga juga mengimbau masyarakat Bogor untuk mewaspadai bahaya puting beliung yang bisa terjadi kapan saja. Ia mencontohkan puting beliung pada Rabu (7/9) di Bogor bagian tengah. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa angin tersebut terjadi di bawah awan Cumulonimbus (Cb). Angin terjadi dalam waktu singkat antara tiga hingga lima menit dengan kecepatan mencapai 40-50 km/jam. Angin bersifat lokal dan luasannya sekitar sepuluh kilometer.
Awan Cb, imbuhnya, dapat menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, disertai kilat atau petir dan angin kencang. Berdasarkan citra satelit pada Rabu (7/9), pukul 16:00 hingga 20:00, terjadi pertumbuhan awan Cb disekitar Bogor. “Masyarakat harus mewaspadai puting beliung dengan mengenali tanda-tandanya,” terangnya.
Puting beliung dapat diketahui dengan memperhatikan tanda-tanda sebelum kemunculannya. Dapat dipastikan, sehari sebelum kemunculannya, udara pada malam hari hingga pagi panas atau pengap dan gerah. Sekitar pukul 10:00 pagi, terlihat tumbuh awan Cb berlapis-lapis. Di antara awan tersebut, ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu dan menjulang tinggi seperti bunga kol sayuran.
Untuk mengetahui kedatangan puting beliung juga bisa dengan mengamati dahan dan ranting pepohonan di sekitar. Jika dahan bergoyang cepat dan terasa ada sentuhan udara dingin, ada kemungkinan puting beliung akan menyerang. Namun, sebelumnya ditandai dengan hujan deras secara tiba-tiba, serta sambaran petir yang cukup keras. Puting beliung lebih sering terjadi pada siang hari dengan kecepatan 30 hingga 40 knots serta berdurasi singkat. (ful/rur/ric)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar