Positive Thinking

Positive Thinking Akan Sangat Membantu Pola Pikir Kita Dalam Berkomunikasi Antara Kita Serta berkreasi Maupun Dalam Menunjang Aktivitas Kita

Jumat, 29 Juli 2011

Gajah Liar Rusak Ratusan Batang Pohon Kelapa

Liwa, Lampung (ANTARA News) - 30 ekor lebih gajah liar telah merusak ratusan batang pohon kelapa milik warga Pekon (Desa) Pemerihan, Kecamatan Bengkunat Belimbing, Lampung Barat, bahkan diprediksi cakupan wilayah kerusakan akan semakin meluas.

"Hampir setiap malam puluhan gajah liar merusak ratusan batang tanaman kelapa dan kakao milik warga setempat, selain itu gajah liar juga merusak tanaman sayur petani yang memasuki panen, sehingga petani setempat menderita kerugian besar," kata Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, melalui Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II, Achmad Sutardi, di Bengkunat, Jumat.

Dia menjelaskan, sudah sebulan puluhan gajah liar itu tidak beranjak dari area lahan pertanian dan perkebunan warga, menjadikan kerusaan semakin luas.

Menurut dia, puluhan petani mengalami kerugian besar karena tanaman rusak dan tidak dapat dipanen, yang mengancam krisis pendapatan.

"Lokasi lahan perkebunan berada di dalam hutan kawasan sehingga petugas tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi yang terjadi, dan hanya bisa menghalau gajah liar tersebut agar tidak masuk perkampungan dan merusak pemukiman," kata dia.

Masih kata Achmad, kemungkinan akibat pasokan makanan di hutan berkurang, puluhan gajah tersebut tidak beranjak dari area perkebunan warga.

Dia melanjutkan, berkurangnya pasokan makanan satwa tersebut disebabkan kerusakan hutan yang terjadi di kawsaan hutan tersebut.

Sejauh ini petugas terus melakukan pengawasan terhadap puluhan satwa liar itu, pasalnya hampir setiap malam puluhan gajah liar tersebut kerap mengamuk dan merusak apa saja yang dilihat, katanya.

Sebanyak 12 orang petugas Patroli Gajah dibantu masyarakat setempat, lanjut Achmad, terus melakukan penghalauan terhadap puluhan gajah yang berada di dekat area pemukiman.

"Petugas yang berjaga hampir kewalahan menghadapi puluhan gajah liar itu, sebab hampir setiap malam, satwa liar tersebut merusak tanaman dan merapat ke lokasi pemukiman, sehingga kami tidak bisa lengah dalam mengawasinya," katanya.

Dia berharap konflik satwa dan manusia segera berakhir sehingga masyarakat Kecamatan Bengkunat Belimbing dapat melakukan aktifitas sebagaimana mestinya.

Sejak berita ini diturunkan, amukan puluhan gajah liar itu tidak menimbulkan korban jiwa, akan tetapi diprediksi kerugian yang ditimbulkan mencapai puluhan juta rupiah. (ANT049/K004)

Kamis, 28 Juli 2011

Sumur Tua Minyak Bocor Semburkan Gas Beracun

Blora (ANTARA News) - Sebuah sumur tua minyak nomor di Dukuh Kedinding Desa Ngraho, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Rabu malam sekitar pukul 20.00 WIB bocor dan menyemburkan minyak tanah bercampur lumpur disertai gas yang diduga beracun.

Berdasarkan pantauan di lokasi kejadian, Kamis pagi, semburan minyak tanah bercampur lumpur disertai gas yang diduga beracun hanya tinggal setengah meter dari Rabu malam yang mencapai tiga meter.

Semburan keluar dari lubang di dua titik sumur yang dikelola Marji, warga Dukuh Kedinding Desa Ngraho, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, disertai suara gemuruh.

Kepala Kepolisian Sektor Kedungtuban AKP Kompiang Suratha mengatakan pihaknya baru mendapatkan laporan bocornya sumur minyak tua nomor sepuluh tersebut pada pukul 21.00 WIB.

"Saat itu, kami langsung mengimbau warga agar menjauh dari lokasi semburan karena dimungkinkan ada unsur gas beracun, mengingat baunya yang sangat menyengat. Kami juga langsung memasang garis polisi untuk mensterilkan tempat kejadian," katanya.

Ia menyatakan tidak ada korban jiwa maupun luka akibat kejadian tersebut, termasuk belum menghitung kerugian materi akibat luapan lumpur bercampur minyak yang menumpangi lahan di sekelilingnya.

"Selama tiga jam setelah kejadian bocornya sumur tua minyak tersebut dilaporkan, ketinggian semburan mencapai tiga meter. Namun, setelah pukul 00.00 WIB, semburan mulai mereda dan kini tinggal sekitar setengah meter," katanya.

Ia menjelaskan sumur tua minyak tersebut belum dikelola kelompok penambang karena letaknya yang cukup sulit untuk pemasangan peralatan eksplorasi secara manual.

"Sebab lokasinya relatif sulit, berada di lahan bebatuan gundul dengan permukaan tanah bergelombang. Biasanya eksplorasi manual semacam ini berada pada permukaan lahan yang datar dan dikelilingi pohon untuk menambatkan sejumlah peralatan penambang," katanya.

Kapolsek menambahkan hingga kini pihaknya masih menunggu hasil kajian dari tim analis Pertamina untuk mengetahui penyebab kebocoran dan semburan.

Kabupaten Blora memiliki 132 sumur tua minyak yang dikelola oleh Koperasi Karyawan Pertamina Patra Karya (Kokapraya) dan akan berakhir Desember 2011. Namun, sumur tua yang dikelola Marji tersebut, tidak termasuk dalam 132 sumur tua minyak yang dikelola Kokapraya.

Di Desa Ngraho juga terdapat sebuah bukit kecil yang mengandung minyak bekas pengeboran Belanda dan sekarang masih dimanfaatkan oleh pihak Pertamina.

Tambang Perusak Lingkungan Terbesar

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim mengatakan bahwa kegiatan pertambangan memberikan dampak kerusakan lingkungan terbesar.

"Pertambangan yang paling dahsyat merusak alam. Gunung digali akan habis. Tapi kerusakan itu karena ulah manusia sebab yang salah adalah caranya," kata Anggota Dewan Pertimbangan Presiden tersebut di Jakarta, Rabu.

Emil Salim menjadi salah satu pembicara dalam peluncuran dan sosialisasi fatwa pertambangan ramah lingkungan yang diluncurkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Emil mengatakan, meski pertambangan merusak lingkungan namun manusia membutuhkan sumberdaya alam seperti batubara, timah, emas dan sebagainya yang dikandung dalam perut bumi.

"Apakah tambang harus kita hentikan? Tidak, tapi pakai pemikiran, teknologi dan ilmu pengetahuan sehingga alam tidak rusak. Saya tidak menentang perusahaan pertambangan tapi yang saya tentang adalah perilaku manusianya," ujarnya.

Terkait fatwa pertambangan ramah lingkungan yang dikeluarkan MUI, Emil melihat hal tersebut sebagai pintu masuk untuk menjadikan lingkungan sesuatu yang lebih diperhatikan.

Ia bahkan mendukung memasukkan pemahaman mengenai lingkungan dari ajaran agama. Dalam Islam, dikatakannya, tidak pernah membenarkan untuk merusak alam.

"Yang merusak itu manusia seperti dalam Alqur`an dikatakan bahwa kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia," tambah Emil Salim.

Selasa, 26 Juli 2011

Jelang Musim Mudik BMKG Imbau Perhatikan Cuaca Pancaroba

INILAH.COM, Jambi - Jelang musim mudik dalam hari raya Idul Fitri tahun ini, BMKG mengimbau pengelola transportasi darat, laut, dan udara serta berbagai instansi terkait diingatkan memperhatikan faktor cuaca untuk mengantisipasi kecelakaan.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jambi, Remus L Tobing di Jambi, Senin, mengatakan, pihaknya selalu mengingatkan pengelola transportasi supaya tetap memedomani laporan BMKG untuk mengantisipasi kecelakaan akibat cuaca.

"Pada musim pancaroba saat ini cuaca ekstrem dapat saja terjadi tiba-tiba, dan bisa membahayakan keselamatan atau kelancaran angkutan," katanya.

Khusus transportasi udara dan laut kerja sama BMKG dengan pihak Bandara dan Adpel berjalan dengan baik, karena dua moda transportasi itu sangat membutuhkan petunjuk cuaca.

Arah dan kecepatan angin, kabut asap, hujan dan badai bagi transportasi udara sangat penting, terutama dalam melakukan pendaratan. Untuk itu pengelola bandara dan perusahaan penerbangan ketergantungannya terhadap laporan BMKG sangat tinggi.

Laporan BMKG bagi moda transportasi laut juga tidak kalah penting, kecepatan dan arah angin serta badai menjadi acuan untuk berlayar, supaya terhindar dari hempasan gelombang atau badai di tengah laut.

Sementara itu untuk moda transportasi darat diakui saat ini ketergantungan mereka terhadap laporan BMKG masih rendah, namun tidak bisa diabaikan, karena juga bisa menimbulkan kecelakaan.

Angin kencang atau badai serta curah hujan yang tinggi bisa menghambat kelancaran lalu lintas, terutama yang melintasi perbukitan dan lereng gunung, karena daerah itu akan rawan terjadi longsor dan tumbangnya pohon yang bisa menghalangi perjalanan, bahkan bisa menimpa kendaraan yang tengah melintas saat kejadian.

Pihak BMKG tetap mengirimkan laporan prakiraan cuaca pada induk pos terpadu angkutan lebaran, selanjutnya disebar ke pos terpadu di kota dan kabupaten.

Dalam keterangan terpisah Kabid Perhubungan Darat Dinas Perhubungan Provinsi Jambi, Anwar Harminto, mengatakan, pihaknya juga akan menggunakan laporan BMKG dalam mengatisipasi kecelakaan terutama menghadapi puasa dan hari Raya Idul Fitri.

"Laporan BMKG tentang prakiraan cuaca tetap kita butuhkan dan diinformasikan pada kendaraan, terutama rute yang menempuh bukit dan lereng pegunungan, yang rawan longsor dan pohon tumbang bila ada badai dan hujan," kata Anwar Harminto.[iaf/antara]

Senin, 25 Juli 2011

Gempa 6,2 SR Guncang Prefektur Fukushima, Jepang

Tokyo (ANTARA News) - Gempa dengan kekuatan 6,2 pada skala Richter mengguncang Prefektur Fukushima, Jepang timur-laut, dan wilayah sekitarnya pada Senin dinihari, kata Badan Meteorologi Jepang.

Pusat gempa tersebut, yang terjadi pukul 03:51 waktu setempat, berada sekitar 40 kilometer di bawah permukaan laut di lepas pantai Fukushima, katanya.

Belum ada laporan mengenai korban jiwa atau kerusakan harta benda, dan tak ada peringatan tsunami yang dikeluarkan, demikian laporan Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin pagi.

Guncangan, kata Xinhua, juga terasa di ibu kota Jepang, Tokyo, yang berjarak sekitar 240 kilometer dari prefektur itu.

Belum ada laporan dari operator pembangkit listrik tenaga nuklir yang lumpuh --Fukushima No.1, mengenai kondisi yang tak biasa akibat gempa tersebut, katanya.

Jumat, 22 Juli 2011

Kabut Asap Riau Sampai ke Sumbar

Padang (ANTARA News) - Kabut asap dari pembakaran lahan di Riau telah menjangkau wilayah Padang, Sumatera Barat, demikian diungkapkan Badan Meteorologi dan Geofisika Padang, Kamis.

"Berdasarkan pemantauan BMKG Padang, saat ini hanya terdapat dua titik api, namun saat ini beberapa wilayah di Sumbar mengalami kabut asap yang berasal dari Provinsi Riau, kata petugas pantau BMKG Padang," Erian Tasa di Padang, Kamis.

Ia mengatakan, di Provinsi Riau terpantau titik api cukup banyak tersebar di 10 titik menyebabkan kabut asap yang ditiup angin hingga ke wilayah Sumatera Barat.

"Namun, hingga saat ini keberadaaan kabut asap tersebut belum menganggu aktivitas masyarakat serta penerbangan," lanjut dia.

Dikatakannya, saat ini hingga dua hari kedepan cuaca di Sumatera Barat pada siang hari panas dan kering namun pada malam hari berpeluang terjadi hujan ringan

BMKG tetap mengimbau kepada masyarakat untuk waspada mengingat cuaca kering dan panas sehingga rawan terjadi kebakaran.

" Apalagi memasuki bulan Juni- Juli merupakan puncak musim kemarau dimana curah hujan sangat rendah," kata dia.

Suhu udara di Padang pada pagi hari berkisar 20 derajat celcius dan pada siang hari mencapai 31 derajat celcius dengan kelembapan 55-80 persen.

Arah angin menuju barat daya dengan kecepatan 10 kilometer/jam.

Selasa, 19 Juli 2011

Pertambangan Internasional Ancam Kelestarian Lingkungan Suku Cek Bocek Sumbawa

Senggigi, NTB, 11/7 (ANTARA) - Kepala Adat Suku Cek Bocek Selesek Reen Sury, Dato Sukanda, menegaskan, rencana pemberian ijin operasi pertambangan skala besar dari perusahaan internasional di wilayah adat suku itu di Pulau Sumbawa sangat mengancam kelestarian lingkungan, ekosistem, dan nilai-nilai sosial adat mereka.
Wilayah Adat Cek Bocek, katanya, di Senggigi, NTB, Senin, secara keseluruhan dikelola oleh komunitas, baik untuk penyangga keseimbangan lingkungan dan ekosistem, juga untuk sumber kehidupan sehari-hari dari hasil berburu, mencari madu dan membuat gula aren (jalit).
Komunitas adat Cek bocek Suku Berco di Kabupaten Sumbawa, Pulau Sumbawa, NTB, merupakan penduduk Sumbawa bagian selatan yang paling tua. Kawasan vegetasi hutan ini tidak mengalami gangguan meskipun sudah ratusan tahun berdampingan dengan pemukiman komunitas.
Sukanda memimpin masyarakat komunitas adatnya menyampaikan aspirasi di Senggigi, di sela Konferensi Internasional Tenural, Pengaturan, dan Pengusahaan Hutan. Wakil Presiden Boediono dijadualkan membuka konferensi yang dihadiri 250 para ahli, agen pemerintahan, LSM, dan anggota komunitas serta para pengusaha di bidang kehutanan.
"Karena komunitas sudah membagi-bagi kawasan hutan berdasarkan fungsinya khususnya berfungsi sebagai penyangga kehidupan ekosistem," katanya.
Komunitas adat Cek Bocek telah melakukan pemetaan wilayah-nya secara partisipatif. Inisiatif ini dilakukan untuk membantu Pemerintah Daerah dalam penyusunan tata ruang dan sebagai alat bantu melalui perbaikan kerangka pikir perencanaan tata ruang wilayah untuk mengatasi persoalan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, lingkungan hidup dan ekosistem wilayah.
Pemerintah, katanya, harus mengakui tanah ulayat/wilayah adat kami seluas 28.975.74 Hektare yang merupakan titipan leluhur, dan harus dilestarikan, di kelola untuk masa kini dan yang akan datang.
Mereka juga menuntut negara mengakui keberadaan kami sesuai pasal 18b ayat 2 dan 28i ayat 1 UUD 1945. Pemerintah Indonesia untuk segera menghapuskan/revisi UU sektoral yang mengancam eksistensi wilayah adat kami, seperti UU Nomor 41/1999 Tentang Kehutanan.
"Pemerintah Indonesia segera membuat Undang-undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat," katanya.
96 persen dari sekitar 25.000 Hektare wilayah adat suku itu masih merupakan vegetasi hutan. Dengan demikian upaya pengembangan wilayah dapat mencapai tujuan untuk memberi kesejahteraan komunitas masyarakat adat tanpa harus mengorbankan kualitas lingkungan hidup.
Namun kini muncul ancaman besar yang tengah mengintai, yakni pertambangan skala besar. Pertambangan sekala besar di wilayah adat Cek Bocek akan mengancam keseimbangan lingkungan, ekosistem dan sosial-budaya.
"Hal ini terkait penandatangan MoU antara Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa dengan PT NNT pada 11 Mei 2011. Kesepakatan ini berisi tentang tindak lanjut kegiatan eksplorasi di Blok Elang Dodo," katanya.
Lokasi tersebut merupakan wilayah adat Cek Bocek Selesek Reen Sury atau Suku Berco.
"Karena itu kami menolak keras rencana eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat kami sebelum ada persetujuan dan kesepahaman yang jelas tentang bentuk pengelolaannya," kata Sukanda.
Jika rencana ini tetap diteruskan, kami yakin akan terjadi pelanggaran berat HAM. Selain itu pihak pemerintah daerah harus menghormati dan menghargai warisan leluhur hak-hak masyarakat adat.
Dan rencana tersebut harus menghormati dan mengacu serta tidak bertentangan dengan Tata Ruang Wilayah Khusus Komunitas Adat Cek Bocek Selesek Reen Suri.
Perlu juga kami sampaikan disini, bahwa seluruh rangkaian pemetaan wilayah dan penyusunan perencanaan tata ruang khusus wilayah adat Cek Bocek bersifat partisipatif. Semua komponen kegiatan diwarnai berbagai bentuk partisipasi melalui konsultasi dengan komunitas masyarakat adat.
(ANT)

Konversi Lahan Harus Dikendalikan

Senggigi (ANTARA News) - Ketua Kamar Masyarakat Dewan Kehutanan Nasional, Hedar Laudjeng, mengingatkan bahwa pengendalian menyeluruh atas konversi lahan di luar kawasan hutan sangat mendesak dilakukan untuk mencegah tekanan terhadap kawasan hutan di Indonesia.

"Masyarakat kita banyak sekali yang tergantung pada pertanian. Pada saat tanah pertanian ini dikonversi secara legal atau pun tidak untuk kepentingan di luar pertanian, mereka akan mencari lahan lain yang bisa dimanfaatkan. Pilihannya adalah hutan di sekitar kampung dan ini cuma menciptakan konflik dengan masyarakat saja," katanya kepada ANTARA News di Senggigi, NTB, Jumat (15/7).

Laudjeng berada di Senggigi sebagai pembicara pada Konferensi Internasional Tentang Pengelolaan Hutan, Pengalaman dan Kesempatan Asia 2011. Konferensi itu dihadiri 250 orang dari mancanegara, terdiri dari ahli kehutanan, birokrat terkait kehutanan, masyarakat pemangku hutan, pengusaha perhutanan, dan LSM.

Menurut dia, kapitalisasi pertanian menjadi perkebunan besar dengan prinsip mencari keuntungan juga menjadi satu faktor penekan yang sangat penting.

"Harus ada kemauan politik yang besar sekali dari pemerintah untuk tidak memperbanyak ijin perkebunan-perkebunan besar lagi. Masalahnya, ada tuntutan meningkatkan PAD di banyak daerah dan kabupaten, untuk itulah diperlukan revolusi atas kebijakan ini."

Dengan otonomi daerah, banyak sekali pemerintahan provinsi dan kabupaten yang masih memiliki paradigma pembangunan yang tidak berpihak pada kekuatan potensi SDM setempat.

"Kalau tidak ada investor, seolah-olah dunia ini mau kiamat. Padahal, kalau melihat kemampuan masyarakat sejak dahulu kala, terbukti mereka bisa mengelola hutannya secara baik. Bisa hidup dari hutan itu, beranak-cucu tanpa meminta-minta dari pemerintah. Inilah yang seharusnya didorong," katanya.

Hak tenurial kepada komunitas setempat dan penduduk asli setempat ini menjadi masalah kompleks yang juga difokuskan FAO.

Kepala Kebijakan Kehutanan FAO, Eva Mueller, yang juga hadir dalam konferensi menyatakan, warga asli setempat di kawasan hutan di seluruh dunia harus dijamin hak penguasaan hutan yang telah mereka diami sejak ratusan tahun; karena ini sejalan dengan upaya penjaminan keamanan pangan dunia.

"Tentunya hak tenurial ini terkait dengan keseimbangan luasan lahan konservasi hutan dan untuk kepentingan pertanian. Ini harus dilakukan penentuannya secara hati-hati oleh tiap negara. Indonesia telah menegaskan komitmennya memperluas lahan dalam hak tenurial ini," katanya.

Mueller menyatakan,"Hak tenurial ini disadari semakin krusial untuk diimplementasikan. Ini sesuai dengan tujuan bersama dalam komitmen Millenium Development Goal satu hingga ketujuh, yang pada pokoknya juga membahas keamanan dan keseninambungan pangan dunia."

Banyak masalah dan konflik berdarah terjadi yang bermula dari hak-hak tenurial masyarakat setempat di kawasan hutan. Banyak negara yang mengklaim bahwa hutan dan kawasan hutan semata-mata menjadi milik negara yang bisa dialihgunakan sesuai garisan pembangunan negara termaksud.

Dalam kaftan itu, hak hidup masyarakat asli setempat tidak menjadi hal penting lagi. Contoh paling nyata adalah hak pengusahaan hutan di Indonesia yang sering merampas ruang hidup dan adat banyak subsuku bangsa di Tanah Air yang berujung pada konflik berdarah.

"Untuk mengatasi itu, diperlukan pengenalan masalah dari pemerintah. Ini bukan cuma terjadi di Indonesia, namun juga di banyak negara lain di dunia ini dan kami sedang bekerja keras untuk memberikan asistensi dan pembangunan kapasitas," katanya.

Senin, 18 Juli 2011

Akankah Letusan Lokon Semakin Dahsyat

Gunung Lokon masih menyimpan energi yang sewaktu-waktu bisa dimuntahkan.

VIVAnews - Gunung Lokon tak menunjukkan penurunan aktivitas vulkaniknya. Gunung yang terletak di Tomohon, Sulawesi Utara itu terus memuntahkan material panasnya ke udara. Bahkan, semburan Lokon semakin menjulang tinggi ke langit Tomohon.

Aktivitas Lokon meningkat sejak akhir Juni 2011. Selanjutnya, pada 9 Juli 2011, letusan-letusan kecil terjadi hampir setiap jam. Status Lokon kemudian ditingkatkan dari waspada menjadi awas pada 10 Juli. Di hari yang sama, Lokon meletus sebanyak dua kali, yaitu pada pukul 00.39 Wita dan 00.50 Wita dengan ketinggian semburan material mencapai 600 meter.

Pada Selasa 12 Juli 2011, Lokon kembali meletus. Sekitar pukul 13.15 Wita, terjadi semburan material panas setinggi 400 hingga 500 meter ke udara. Saat itu juga, seorang warga bernama Yohana Mawikere (56 tahun) yang berdomisili di kaki gunung itu meninggal dunia karena menderita jantung.

Dua hari berikutnya, Kamis 14 Juli 2011, sejak pagi pukul 06.00 Wita hingga 12.00 Wita tampak asap putih tebal dengan ketiggian sekitar 100 hingga 150 meter muncul dari mulut kawah Lokon.

Selang beberapa jam, atau tepatnya pada pukul 22.45 WIB, terjadi letusan besar dengan lontaran material pijar, seperti pasir dan abu tebal setinggi kurang lebih 1.500 meter. Lontaran material pijar ini menyebabkan kebakaran hebat pada hutan di sekeliling gunung.‎ Dari kejauhan, hutan di sekitar punggung Lokon tampak merah membara.

Amukan Lokon belum berhenti. Pada Jumat 15 Juli 2011 sekitar pukul 00.30 WIB kembali terjadi letusan dengan semburan asap setinggi 600 meter. Kemudian, Sabtu 16 Juli 2011, tiga letusan juga kembali terjadi. Letusan pertama terjadi pada pukul 02.47 Wita dengan ketinggian asap mencapai 800 meter dari kawah Tompaluan. Letusan kedua terjadi pada pukul 05.15 dan kemudian pukul 07.04 Wita dengan tinggi letusan mencapai 300 meter.

Sementara itu, pada Minggu 17 Juli 2011 siang, sekitar pukul 10.34 Wita, Lokon lagi-lagi meletus. Bahkan, letusan kali ini semakin hebat. Menurut pantauan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), semburan material panas kali ini mencapai ketinggian 3.500 meter.

"Semburan material panas seperti pasir halus, debu, dan material lainnya terlihat tegak lurus mencapai ketinggian sekitar 3.500 meter dari mulut kawah," kata Kepala PVMBG, Surono kepada VIVAnews.

Energi Masih Tersimpan

Surono belum bisa memastikan kapan aktivitas Lokon akan menurun dan kembali tenang. Menurut dia, aktivitas gempa Lokon masih terus terjadi. Lokon, masih menyimpan energi yang sewaktu-waktu bisa dikeluarkan ke permukaan. "Gempa tremor, gempa dalam masih terjadi," kata dia.

Gunung setinggi 1.579 meter di atas permukaan laut itu bisa menjadi sangat berbahaya jika mengeluarkan awan panas. Karakter letusan Lokon mirip dengan Gunung Merapi yang meletus hebat akhir 2010 lalu. Keduanya sama-sama menyemburkan awan panas yang mematikan. Di Merapi, awan panas ini juga dikenal dengan sebutan wedhus gembel. "Pernah terjadi awan panas pada tahun 1991. Kalau sudah terjadi awan panas ya kita sudah tidak bisa apa-apa lagi karena pasti sampai dengan radius 3,5 kilometer," jelas Surono.

Surono mengatakan, Gunung Lokon pernah mengeluarkan awan panas pada 27 November 1969 dan 1991. "Potensi awan panas masih ada," kata dia.

Surono kemudian menjelaskan rekam-jejak letusan Gunung Lokon itu. Pada 27 November 1969 terjadi letusan yang memuntahkan awan panas serta gugusan abu. Kemudian, pada 1991 juga terjadi letusan yang mengeluarkan awan panas dan material yang menimbun ribuan rumah penduduk. Lalu, pada 7 Juli 2000, terbentuk lubang baru di dasar kawah.

Pada Januari sampai Mei 2001, terjadi letusan abu. Februari sampai Desember 2002, letusan abu dan material pijar terlontar dari puncak gunung. Februari sampai Maret 2003, juga terjadi letusan abu. "Pada Desember 2007 ada peningkatan kegiatan. Ada tremor. Saya khawatir dengan periode-periode itu. Risiko yang paling buruk adalah awan panas," kata Surono.

Secara periodik, awan panas itu baru dimuntahkan lagi sekitar 22 tahun kemudian. Tapi Surono tidak bisa menjamin periode itu menjadi acuan utama siklus awan panas tersebut.

Pengungsi Direlokasi

Ada dua skenario evakuasi warga sekitar di Lokon. Kawasan Rawan Bencana (KRB) I ditetapkan pada radius 5 km dari potensi jatuhan batu pijar dan debu pekat. Sedangkan KRB II ditetapkan pada radius 3,5 km dari potensi awan panas dan lahar. Masyarakat yang menghuni KRB I berjumlah sekitar 28 ribu orang, dan di KRB II sekitar 12 ribu orang.

Berdasarkan data terakhir yang diterima dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, pada pukul 09.15 WIB, Sabtu 16 Juli 2011, jumlah pengungsi mencapai 4.692 jiwa. “Laki-laki 2.417 orang, dan perempuan 2.275 orang. Terdiri dari 1.352 kepala keluarga yang tersebar di 6 pos pengungsian,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.

Sementara itu, sebanyak 3.947 orang pengungsi yang berada di empat titik pengungsian direlokasi pada hari Minggu 17 Juli 2011. Empat titik pengungsian itu berada di SMA Kristen Binous, SMA Kristen 1 dan 2, SMP 1 Tomohon, dan SD GMIM.

"Alasan relokasi karena 4 titik tersebut adalah sekolah yang besok Senin akan mulai aktivitas belajar," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.

Para pengungsi, kata Sutopo, telah diberikan pengertian untuk relokasi ini. Segala perlengkapan telah di sediakan. Menurut Sutopo, pengungsi kelompok rentan yang berjumlah 991 orang (lansia, perempuan hamil, penderita cacat, balita) dan keluarganya akan direlokasi dalam satu titik lokasi di Fakults Ilmu Sosial (FIS) Unima. "Hingga pagi ini jumlah pengungsi bertambah menjadi 5.205 orang," imbuhnya.

68 Persen Hutan Asia Masih Dikuasai Negara

Senggigi, NTB (ANTARA News) - Kebijakan banyak pemerintahan negara Asia yang cenderung centralistik dalam hal kehutanan, membuat sebagian besar, 68 persen, hutan di kawasan itu masih dikuasai negara.

Dengan kondisi itu, pengalihan hak penguasaan hutan dari pemerintah kepada warga dalam kawasan hutan dipandang krusial agar warga asli setempat dan komunitasnya dapat mengambil manfaat sebaik mungkin dari hutan.

Itulah kesimpulan dari rangkaian Konferensi Internasional Tenurial, Pengelolaan, dan Penguasaan Hutan di Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang ditutup Jumat siang (15/7).

Konferensi itu dihadiri 250 orang dari berbagai negara, terdiri dari ahli kehutanan, birokrat terkait kehutanan, masyarakat pemandu hutan, pengusaha hutan, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Konferensi di Lombok ini merupakan lanjutan dari konferensi serupa di Brazil pada 2009 dan Kamerun beberapa waktu sebelumnya.

Penggagas dan sponsor konferensi ini diantaranya Kementerian Kehutanan Indonesia, Rights and Resourches Initiative (RRI), dan Organisasi Kayu Tebangan Tropis Internasional (ITTO).

Penutupan konferensi dipimpin Koordinator Staf Ahli Menteri Kehutanan Hadi Pasaribu, didampingi Koordinator RRI Andy White, dan Kepala Perwakilan ITTO Eduardo Mansur, serta Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Pasaribu.

Hak tenurial hutan di seluruh dunia merupakan masalah yang belum selesai pemecahannya dikarenakan banyak faktor, mulai dari landasan hukum dan sejarah pendirian negara serta masyarakat, ekonomi, hingga kemasyarakatan.

Akan tetapi, di balik itu semua, sejak lama disadari bahwa permasalahan hak tenurial hutan ini lebih terletak pada dimensi politik kekuasaan negara.

"Ini tidak lepas dari sejarah sistem hukum di banyak negara di Asia, yang kebanyakan adalah warisan dari para kolonialis. Karena itulah kita di Asia harus berani keluar dari belenggu sistem hukum kolonialis itu," kata Koordinator Contreras, Martua Sirait, yang juga menjadi satu penyimpul rangkaian persidangan.

Dalam sambutan penutupannya, Mansur menyatakan,"Masalah hutan terjadi karena ada masyarakat. Jika masyarakat bisa mengambil manfaat sebaik mungkin dari hutan itu, maka sebagian masalah bisa ditangani. Generasi kini masyarakat setempat telah berubah paradigmanya kepada orientasi pasar produk yang bisa mereka hasilkan."

Dengan begitu, katanya, basis pendekatan yang bisa dikedepankan adalah keadilan dan penjaminan pula kesetaraan gender. "Tidak kalah penting pengenalan tentang masyarakat asli dan komunitas setempat. Pengalaman kami di Brazil menyatakan demikian, sebagaimana terjadi di bagian lain dunia," katanya.

Amerika Latin diketahui telah mampu mengurangi penguasaan luas lahan hutan mereka menjadi hanya tinggal 32 persen saja, bahkan Brazil yang mencakup sebagian besar hutan hujan tropis Amazon, mencapai angka fantastis, yaitu 58 persen, dari total kawasan hutan mereka.

Sebagai tuan rumah, Pasaribu menegaskan komitmen pemerintahan Indonesia untuk menyelesaikan berbagai permasalahan terkait hak tenurial hutan ini.

Masalah hak tenurial di Indonesia cukup khas ketimbang banyak negara lain di dunia karena sejumlah alasan, di antaranya terkait nilai-nilai adat yang berlaku dan pengakuan negara atas hak-hak komunitas itu yang termaktub dalam UUD 1945.

Ketua Unit Kerja Presiden Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Kuntoro Mangkusubroto, dalam penyataannya dalam sesi khusus konferensi itu menyatakan, sektor kehutanan menguasai 70 persen atau 133 Juta hektar lahan dari 190 juta hektar lahan Indonesia, namun hanya menyumbang 0.1 persen dari GDP Indonesia pada 2010.

Merujuk data Kementerian Kehutanan pada 2010, ada 33.000 desa yang sebagian dan seluruhnya berada di dalam kawasan hutan, namun hak-hak masyarakat adat dan lokal tidak diakui.

Kenyataan ini menyebabkan 10 juta orang yang hidupnya tergantung dengan hutan hidup dibawah garis kemiskinan. Ketidakpastian hak masyarakat adat dan lokal juga menyebabkan konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan pemegang konsesi.

(A037/S026)

Pendaki Merapi Jelang Ramadhan Terus Bertambah

Boyolali (ANTARA News) - Jumlah pendaki Gunung Merapi melalui pintu pendakian di Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menjelang Ramadhan akan terus bertambah.

"Jumlah pendaki ke puncak Merapi melalui pintu Dukuh Plalangan, Desa Lencoh, Selo, pada Sabtu (16/7) malam saja mencapai 50 orang atau naik 10 orang dibanding pekan sebelumnya," kata anggota Tim SAR "Barameru" Desa Lencoh, Samsuri, di Boyolali, Senin.

Ia mengatakan, para pendaki tersebut datang dari berbagai daerah antara lain mahasiswa pencinta alam berasal dari Jakarta, Yogyakarta, Solo, Boyolali, dan wisatawan mancanegara.

"Mereka melakukan pendakian ke puncak, tetapi hingga Minggu (17/7) siang sebagian ada yang sudah turun. Mereka yang belum turun mendirikan tanda di lokasi pos dua lereng Merapi atau sekitar tiga kilometer dari `base camp` Plalangan," katanya.

Ia menjelaskan, jumlah pendaki Merapi menjelang Bulan Puasa diperkirakan akan terus bertambah setiap pekan.

Bahkan, jumlah terbanyak pendaki biasanya dua hingga tiga hari sebelum Bulan Puasa. Jumlah pendaki pada 2010 mencapai 200 hingga 300 orang.

Setelah itu, kata dia, memasuki Bulan Puasa, jumlah pendaki biasanya hanya lima hingga 10 orang per minggu. Mereka yang melakukan pendakian biasanya wisatawan mancanegara.

"Pendaki dari luar negeri saja dalam sepekan ini, mencapai 40 hingga 50 orang yang naik ke Merapi," katanya.

Jalur pendakian Merapi melalui Plalangan, Desa Lencoh tersebut sebenarnya secara resmi belum dibuka oleh pemerintah daerah setempat, sejak letusan Merapi akhir 2010 hingga saat ini.

Namun, katanya, jumlah para pendaki akan terus bertambah, karena mereka menilai kondisi puncak Merapi sudah bersahabat dengan pencinta alam.

Ia mengatakan, cukup banyak pendaki membawa peralatan lengkap seperti tenda dan perbekalan lainnya untuk kebutuhan menginap di atas.

"Kondisi cuaca sangat baik sepekan terakhir ini. Bahkan, asap puncak Merapi juga tidak terlihat jelas dari jalur pendakian Plalangan," katanya.

Seorang pemandu wisatawan mancanegara, Sony (40), mengatakan, jumlah wisatawan yang melakukan pendakian melalui Selo, sekitar lima orang per hari.

"Jumlah pendaki dari luar negeri ke Merapi antara 30 hingga 40 orang dalam sepekan ini," katanya.

Pendaki warga negara asing tersebut, kata dia, justru akan terus bertambah, meski memasuki Bulan Puasa karena kondisi Merapi saat ini dinilai sudah aman untuk pendakian.(*)
(U.B018/M029)

Sabtu, 16 Juli 2011

Pengungsi Gunung Lokon Terus Bertambah


VIVAnews – Status ‘Awas’ Gunung Lokon masih tak berubah. Aktivitas vulkaniknya pun tetap tinggi. Akibatnya, jumlah pengungsi terus bertambah, dan pos pengungsian juga ditambah. Pos pengungsian yang semula disediakan di 6 titik, kini ditambah menjadi 8 titik.

Hingga siang ini, total pengungsi letusan Lokon mencapai 4.836 jiwa yang terdiri dari 1.325 Kepala Keluarga. Berikut data jumlah pengungsi Lokon yang tersebar di 8 pos pengungsian, seperti diperoleh dari Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho:

1. SMA Kristen Binsus: 498 jiwa, 138 Kepala Keluarga
2. SMP Negeri 1: 1.037 jiwa, 295 Kepala Keluarga
3. SMA Kristen 1: 1.402 jiwa, 394 Kepala Keluarga
4. SMA Kristen 2: 512 jiwa, 149 Kepala Keluarga
5. Taman Kota: 894 jiwa, 251 Kepala Keluarga
6. SD GMIM 7: 349 jiwa, 98 Kepala Keluarga
7. Masjid Matani: 70 jiwa
8. Rudis Sinode GMIM: 74 jiwa, 24 Kepala Keluarga

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Syamsul Maarif, mengarahkan pengungsi untuk tidak semata-mata mengandalkan bantuan pemerintah dalam menghadapi letusan Gunung Lokon.

“Masyarakat mampu melakukan hal-hal kecil tapi penting di lingkungan pengungsi. Itu sesuai semangat Mapalus, yaitu gotong royong cara Minahasa,” kata Syamsul di Posko Penanggulangan Bencana Gunung Lokon, Tomohon, Sulawesi Utara.

Semangat Mapalus, kata Syamsul, cocok diterapkan di lokasi pengungsian. “Misalnya untuk membangun WC, membersihkan lingkungan pengungsian dan dapur umum, serta berbagi makanan dan minuman,” ujar dia.

Dengan demikian, katanya, masyarakat tidak melulu menunggu bantuan pemerintah dan relawan, meski pemerintah memang bertanggung jawab dalam menanggulangi bencana.

Sebelumnya, penanganan tanggap darurat telah dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Tomohon, dengan didukung BNPB dan BPBD Sulut, serta instansi terkait. BNPB telah memberikan bantuan dana siap pakai Rp300 juta, logistik, peralatan senilai Rp200 juta, dan pendampingan personil.

Tidak ada korban jiwa yang terdampak langsung akibat erupsi. Satu orang yang meninggal dunia pada 12 Juli pukul 23.15 Wita, disebabkan serangan jantung dan jatuh di kamar mandi. Sebagai catatan, karakter Lokon mirip dengan Gunung Merapi yang meletus hebat pada akhir 2010 lalu. Keduanya sama-sama menyemburkan awan panas mematikan yang dikenal dengan sebutan wedhus gembel.

Jumat, 15 Juli 2011

BMKG: Kemarau, Kebakaran Hutan Riau Berlanjut Hingga Agustus

Dumai (ANTARA News) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Provinsi Riau menyatakan musim kemarau atau cuaca kering pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan di sana masih akan terus berlanjut hingga Agustus 2011.

Analis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Riau di Pekanbaru, Warih Puji Lentari, Jumat, kepada ANTARA di Kota Dumai melalui komunikasi selular mengatakan, sebagian besar wilayah Riau saat ini hingga memasuki bulan Agustus 2011 masih minim hujan.

Kondisi itu menurut dia akan menyulut kekeringan dimana-mana sehingga tidak menutup kemungkinan terus bertambahnya kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan seperti yang saat ini terjadi.

Menurut Warih, masih tidak menutup kemungkinan beberapa wilayah Riau akan dilanda hujan namun tergantung dari percepatan pertumbuhan awan.

"Berdasarkan analisa dan pantauan satelit cuaca, kemungkinan terbentuknya awan penghujan cendrung mengarah ke Riau bagian barat.

Wilayah yang menjadi lintasan awan tersebut berpotensi diguyur hujan namun intensitasnya hanya ringan hingga sedang dan sifatnya masih lokal," kata Warih.

Rendahnya potensi hujan tersebut menurut Warih mengakibatkan titik kebakaran hutan dan lahan gambut masih akan bertahan dan bahkan bertambah.

Pada Kamis (14/7) lalu, kata Warih, satelit cuaca "National Oceanic and Atmospheric Administration" (NOAA) 18 yang dioperasikan Amerika Serikat mendeteksi sedikitnya terdapat 80 titik api di Riau.

"Jumlah ini meningkat dibandingkan hari sebelumnya (Rabu 13/7-red) dimana jumlah titik api masih mencapai 38 titik," katanya.

Warih menguraikan, ke 80 titik api tersebut tersebar di hampir seluruh wilayah Riau dengan sebaran terbanyak di Kabupaten Rokan Hilir yakni 37 titik api.

"Agar jumlah titik api tidak bertambah, sebaiknya masyarakat tidak melakukan pembakaran hutan atau lahan untuk membuka perkebunan baru," demikian Warih Puji Lenstari. (ANT/K004)

Kronologi Letusan Gunung Lokon, di Tomohon

Didi Syafirdi - detikNews

Jakarta - Gunung Lokon di Tomohon, Sulawesi Utara (Sulut) memuntahkan lahar panas. Data sementara 2.510 jiwa terpaksa mengungsi ke empat titik tempat pengungsian. Sejauh ini belum ada laporan adanya korban jiwa dalam peristiwa tersebut.

Berikut kronologi meletusnya Gunung Lokon seperti diinformasikan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB), Sutopo Purwo Nugroho kepada detikcom, Jumat (15/7/2011).

14 Juli 2011

Pukul 06.00-12.00 WITA
Tampak asap putih tebal setinggi 100-150 meter.

Pukul 22.45 WIB
Terjadi letusan besar Gunung Lokon dengan lontaran material pijar dan hujan abu tebal setinggi 1.500 meter.

6 Jam setelah letusan terjadi Krisis Seismik. Terjadi 25 kali gempa Vulkanik dalam, 30 kali gempa vulkanik dangkal dan terjadi getaran tremor vulkanik dengan amplituda 0,5-4 mm.


15 Juli 2011

Pukul 00.30 WIB
Terjadi letusan kedua setinggi 600 meter.

Akibat letusan tersebut terjadi kebakaran hutan di sekeliling kawah gunung. BNPB, BPBD, TNI, POLRI segera melakukan evakuasi dan pendataan pengungsi di lokasi. Saat ini telah didirikan posko utama penanggulangan bencana di kota Tomohon.

"Belum dilaporkan adanya korban terkait dengan letusan Gunung Lokon," ungkap Sutopo.

Kamis, 14 Juli 2011

Yang Menakutkan dari Gunung Lokon: Awan Panas

VIVAnews - Hingga empat hari berstatus Awas, level tertinggi gunung api, Gunung Lokon di Tomohon, Sulawesi Utara masih bergejolak. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono mengatakan, Rabu kemarin, Lokon dua kali meletus.

"Pada pukul 15.40 Wita dan 17.50 Wita dengan ketinggian 300 meter. Sudah keluar asap abu-abu," kata Surono saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu 13 Juli 2011 malam.

Jika letusannya masih berkisar 300-500 meter, jelas Surono, berarti warga masyarakat masih aman. Meski, mereka harus berada di pengungsian. Untuk ini, ia mengaku harus bersikap tegas. "Lebih baik saya salah dalam interpretasi dan warga selamat. Dari pada saya salah interpretasi dan membiarkan warga berativitas dekat gunung malah celaka," kata Surono.

Yang dikhawatirkan, Lokon bakal memuntahkan letusan besar. Gunung setinggi 1.579 meter di atas permukaan laut itu bisa menjadi sangat berbahaya. "Pernah terjadi awan panas pada tahun 1991. Kalau sudah terjadi awan panas ya kita sudah tidak bisa apa-apa lagi karena pasti sampai dengan radius 3,5 kilometer," jelas Surono.

Untuk diketahui, karakter Lokon mirip dengan Gunung Merapi yang meletus hebat akhir 2010 lalu. Keduanya sama-sama menyemburkan awan panas yang mematikan, atau di Merapi juga dikenal dengan wedhus gembel.

Pada 27 November 1969 gunung ini meletus dan memuntahkan awan panas serta gugusan abu. Sementara, pada 1991 material yang dikeluarkan Lokon menimbun ribuan rumah penduduk. Korban nyawa pun jatuh. Seorang pendaki gunung asal Swiss, Vivian Clavel, menjadi korban keganasan Lokon. Ia tewas dan jasadnya tak ditemukan hingga kini, karena tertimbun debu

Skrenario Penyelamatan

Sementara menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah pengungsi Lokon terus bertambah. Hingga pukul 20.00 Rabu malam, ada 2.116 pengungsi yang tersebar di empat titik.

BNPB dan pemerintah telah menyusun rencana untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Yakni, menyiapkan lokasi-lokasi pengungsi, jalur evakuasi, posko tanggap darurat dan media center.

Ada dua skrenario. Pertama, jika kawasan rawan bencana (KRB) I berada pada radius 5 km yang berpotensi terlanda lahar, hujan abu lebat dan lontaran batu pijar meliputi 10 kelurahan di Kecamatan Tomohon Utara dengan jumlah penduduk sekitar 28.016 orang (8.183 KK).

Kedua, daerah yang dianggap rawan dari dampak jika KRB radius 3,5 km yang yang berpotensi terlanda lahar, hujan abu lebat dan lontaran batu pijar meliputi 4 kelurahan di Kecamatan Tomohon Utara dengan penduduk 12.006 orang (3.439 KK). Skenario ini disusun untuk menghitung kebutuhan peralatan, logistic, dapur umum dan penyelamatan.

SAR Kendari: Waspadai Cuaca Buruk

Kendari (ANTARA News) - Kantor Search And Rescue (SAR) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) mengingatkan pemilik kapal dan calon penumpang agar waspada dalam pelayaran karena cuaca buruk yang terjadi akhir-akhir ini.

"Pemilik kapal, nahkoda dan calon penumpang diharapkan tidak saling memaksakan kehendak. Hindari pemaksaan kapasitas angkut kapal demi keselamatan," kata Kepala Kantor SAR Kendari Juli Sitorus di Kendari, Kamis.

SAR bersama instansi terkait terus menerus melakukan pengawasan dan siaga melakukan pertolongan tetapi yang terpenting adalah kewaspadaan pemilik kapal dan calon penumpang. Sitorus mengatakan potensi kerawanan yang diantisipasi adalah ketinggian gelombang, angin kencang, banjir dan bencana tanah longsor.

"Ketinggian gelombang di wilayah perairan Kabupaten Wakatobi, Buton, Buton Utara berkisar tiga sampai empat meter sehingga perlu diwaspadai sedini mungkin," kata Noer Isroddin.

Mengantisipasi percepatan pertolongan terhadap korban bencana maka kantor SAR Kendari menempatkan personil dan peralatan pendukung pada dua wilayah strategis yakni di Kabupaten Kolaka dan Kota Bau Bau.

Pos SAR Kolaka diharapkan memaksimalkan tugas-tugas kemanusiaan di wilayah perairan Selat Bone yang padat pelayaran kapal fery dari dan ke Bajoe, Sulawesi Selatan - Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Sedangkan, pos SAR Bau Bau diharapkan menjangkau pelayanan pada wilayah pulau-pulau meliputi Kabupaten Buton, Wakatobi dan Muna.

"Pos SAR Kolaka dan Bau Bau belum dapat memaksimalkan pelayanan karena masih ada beberapa kabupaten yang sulit dijangkau dari dua pos tersebut sehingga perlu pembentukan pos SAR baru," katanya.

SAR Kendari mengharapkan partisipasi warga untuk menyampaikan kepada SAR Kendari, pos SAR Bau Bau dan Kolaka jika sewaktu-waktu mengetahui adanya bencana. (S032/K004)

Rabu, 13 Juli 2011

69 Kebakaran Lahan Terjadi di Dumai

Dumai (ANTARA News) - Sejak Januari hingga pertengahan Juli 2011, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kota Dumai, Riau, mendeteksi sedikitnya 69 kasus kebakaran hutan dan lahan dimana 11 kasus dapat ditanggulangi secara optimal.

"Sementara selebihnya atau sekitar 58 kasus tidak dapat ditanggulangi dengan optimal mengingat medan yang jauh dari akses utama serta minimnya sumber air dilokasi kebakaran hutan dan lahan," kata Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Dumai, Suriyanto, di Dumai, Rabu.

Diuraikan, sebanyak 69 kasus tersebut tersebar di hampir seluruh wilayah kecamatan meliputi Kecamatan Dumai Timur sebanyak enam lokasi, Bukit Kapur 13, Medang Kampai sembilan dan Kecamatan Sungai Sembilan sebanyak 41 lokasi kebakaran.

Sejumlah lahan dan hutan yang terbakar, kata Suriyanto, rata-rata merupakan hutan tanam industri (HTI) dan hak penguasaan hutan (HPH) milik sejumlah perusahaan diantaranya PT Suntara Gajapatih (SGP), Sinar Mas, Surya Dumai Agrindo dan eks PT Dock.

"Sebagian kecil lagi merupakan lahan terbengkalai milik pemerintah dan warga, termasuk juga lahan perkebunan kelapa sawit," katanya.

Menurut Suriyanto, ada tiga hal yang menjadi penghambat pihaknya dalam melakukan upaya penyelamatan atau pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

"Di antaranya yakni medan yang sulit ditempuh, kemudian ketersediaan air yang minim serta keterbatasan personel," ucapnya.

Suriyanto mengatakan, tiga kendala ini berakar pada anggaran yang minim.

"Jika anggaran mencukupi, segala kekurangan atau kendala kita dilapangan ini tentunya akan teratasi," kata Suriyanto.

Pada kesempatan terpisah, Kepala Bidang Kehutanan Distanbunhut Dumai, Hadiono, mengatakan bahwa masalah kebakaran hutan dan lahan penyebab munculnya kabut asap di Kota Dumai telah dikoordinasikan ke semua pihak.

"Kita juga sudah berupaya semaksimal mungkin. Walau dengan anggaran yang terbatas, diharapkan kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan dapat teratasi asalkan masyarakat dan perusahaan perkebunan memberi dukungan penuh," kata dia.

Gempa Lagi, 6,1 SR Dekat Saumlaki

Jakarta (ANTARA News) - Gempa bumi berkekuatan 6,1 skala richter Rabu pagi pukul 04:06:14 terjadi di 223 km baratlaut Saumlaki, Maluku.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, pusat gempa berada pada koordinat 6,08 lintang selatan-130,62 bujur timur dan bersumber pada kedalaman 142 km.

Dalam peringatannya yang dipublikasikan di website resminya, BMKG menyebutkan gempa itu tidak berpotensi menimbulkan tsunami.

Pusat gempa yang berada di laut itu juga disebutkan berjarak 240 km baratdaya Tual atau 385 km tenggara Ambon, Maluku atau 397 km baratdaya Fakfak, Papua Barat.

Belum ada laporan mengenai dampak gempa dirasakan di Saumlaki dan wilayah sekitarnya di Maluku.

Beberapa jam sebelumnya pada Rabu dinihari gempa juga terjadi di dekat Ternate, Maluku Utara, berkekutan 5,0 pada skala richter dan berpusat di daratan.

Gempa 5,0 SR Guncang Ternate

Liwa, Lampung (ANTARA News) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menginformasikan telah terjadi gempa berkekuatan 5,0 skala richter, Rabu dinihari pukul 01.57 WIB, dengan pusat 132 kilometer timur laut Ternate Maluku Utara.

Gempa yang berlokasi di 1,48 Lintang Utara 128,33 Bujur Timur dengan kedalaman 57 kilometer dinyatakan tidak berpotensi tsunami.

Pusat gempa juga berada pada 254 kilometer Timur Laut Labuha Maluku Utara, 330 kilometer Barat Laut Waisa Papua Barat, 348 kilometer Timur Laut Bitung Sulawesi Utara, 2535 kilometer timur laut Jakarta.

Selasa, 12 Juli 2011

Asap Kebakaran Hutan di Sumatera & Kalimantan Rambah Malaysia

Novi Christiastuti Adiputri - detikNews

Kuala Lumpur - Sebagian besar wilayah Malaysia diselimuti kabut sepanjang hari kemarin. Penyebabnya tak lain adalah kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Api kebakaran hutan yang terjadi sejak Minggu (10/7) kemarin ini merambah hingga ke wilayah Malaysia yang berbatasan langsung dengan wilayah-wilayah Indonesia tersebut. Demikian seperti diberitakan The Star dan dilansir Straits Times, Senin (11/7/2011).

Situs Badan Meteorologi Malaysia menyebutkan, kabut terpantau menyelimuti sebanyak 35 titik dari total 40 titik lokasi di wilayah Malaysia. Batas jarak pandang di titik-titik tersebut juga dilaporkan di bawah normal.

Wilayah Petaling Jaya tercatat hanya memiliki jarak pandang sejauh 2,5 kilometer. Sedangkan wilayah Sepang dan Kuantan tercatat memiliki jarak pandang sejauh 1,5 kilometer dan 4 kilometer. Padahal batas jarak pandang normal seharusnya lebih dari 10 kilometer.

Sementara, pencitraan satelit menunjukkan sebanyak 217 titik di wilayah Sumatera dan lebih dari 300 titik di wilayah Kalimantan dilanda kebakaran. Sedangkan, Departemen Lingkungan Malaysia, tepatnya bagian Indeks Polusi Udara mencatat kualitas udara di sebagian besar wilayah Malaysia yang masih bersih sebesar 73 persen.

Senin, 11 Juli 2011

Satelit Rekam 12 Titik Api di Kotabaru

Kotabaru (ANTARA News) - Satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) berhasil merekam 12 titik api (hot spot) di wilayah Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.

"Belum diketahui secara pasti titik api tersebut berasal dari kawasan hutan atau lahan milik masyarakat," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Wilayah I Semaras, Kotabaru, Ali Aripin, Sabtu.

Banyak ditemukan kebakaran, tetapi setelah didatangi, ternyata kebakaran tersebut dilakukan warga untuk membersihkan lahan, bukan di kawasan hutan, tambahnya.

Ditemukannya 12 titik api tersebut, lanjut Ali, disampaikan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan saat bersosialisasi ke Kotabaru.

Ia mengakui, sejak menurunnya curah hujan akhir-akhir ini, banyak menemukan warga Kotabaru melakukan pembakaran lahan dalam membersihkan lahan pertanian.

"Banyak warga di wilayah Pulau Laut Tengah, Pulau Laut Utara dan daerah lain melakukan pembakaran lahan untuk membersihkan lahan pertanian," katanya.

Membakar lahan adalah cara paling efektif dalam membersihkan lahan, selain biayanya murah juga lebih cepat dibandingkan dengan cara yang lain.

Ali mengaku, hingga saat ini belum menerima laporan adanya kebakaran hutan di wilayah Kotabaru.

Namun demikian, ia tetap waspada dan sigap dalam melakukan pemadaman jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran hutan.

Kepala Bidang Tataguna dan Bina Produksi Hutan Dinas Kehutanan Kotabaru H Sukrowardi mengatakan, saat menjabat pelaksana tugas Kepala Dinas Kehutanan Kotabaru (28/6) mulai melakukan sosialisasi tentang kebakaran hutan dan lahan dengan dinas kehutanan provinsi kepada masyarakat di Semaras, Pulau Laut Barat, Kotabaru.

"Jauh-jauh hari kita sudah mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan, dengan melakukan sosialisasi di daerah yang rawan terjadinya kebakaran," ujarnya.

Ia mengimbau masyarakat dalam membersihkan lahan tidak menggunakan cara dibakar, tetapi membersihkan lahan dengan cara dikumpulkan atau ditimbun.

Cara tersebut, menurut dia, akan menambah humus dan unsur hara pada lahan pertanian sehingga dapat menambah kesuburan lahan.

Sementara itu, informasi yang berhasil dihimpun luas kawasan hutan lindung di Kotabaru sekitar 139.645 hektare (ha), suaka alam seluas 72.653 ha, dan hutan produksi terbatas 11.651 ha.

Serta kawasan hutan produksi tetap sekitar 295.065 ha dan kawasan hutan konversi seluas 27.982 ha.

Pameran Foto Ramaikan Festival Lima Gunung Sabtu, 9 Juli 2011 18:54 WIB | 838 Views

Magelang (ANTARA News) - Pameran foto dari sejumlah fotografer, baik wartawan maupun masyarakat umum ikut meramaikan Festival Lima Gunung ke-10 tahun 2011 yang diselenggarakan di Dusun Ngeron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Koordinator pameran foto, Anis Afizudin di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu mengatakan, pameran foto yang diselenggarakan dua hari (9-10/7) tersebut memajang 60 karya foto dari 15 fotografer.

Ia mengatakan, pameran foto biasanya diselenggarakan di sebuah gedung atau mal, namun kali ini diselenggarakan di desa untuk memberikan hiburan kepada masyarakat.

"Kami memilih tempat pameran dengan suasana baru, di desa di lereng gunung sekalian untuk hiburan bagi warga sekitar," katanya.

Ia mengatakan, selama ini warga desa hanya sebagai objek pemotretan tetapi tidak pernah mengetahui hasil fotonya.

Penyelenggaraan pameran ini, warga desa bisa melihat langsung aktivitas di lingkungan sekitar dalam dokumen foto.

Pada pameran foto tersebut disajikan foto dalam berbagai peristiwa di daerah Magelang, dari kegiatan seni hingga bencana Merapi.

Bersamaan pembukaan pameran foto tersebut juga diluncurkan buku karya Sholahuddin Al Ahmed berjudul "Jalan Sufi Seniman Merapi".

Presiden Lima Gunung Sutanto Mendut mengatakan, mungkin ada yang bertanya-tanya mengapa pameran foto dan peluncuran buku diselenggarakan di desa, apakah warga bisa memahaminya.

Menurut dia, pameran foto dan peluncuran buku di kota bisa dipahami warga tetapi tidak bisa berpengaruh apa-apa dan penyelenggaraan di desa tidak bisa dipahami warga tetapi akan berpengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan warga desa.

Pimpinan Pondok Pesantren Tegalrejo, Yusuf Chudlori mengatakan, kesenian merupakan kearifan lokal dalam suatu masyarakat yang sejak dahulu telah ada.

Ia mengatakan, para "Walisongo" (wali sembilan) dalam menyebarkan agama Islam selalu menghormati budaya yang ada di daerah setempat.

Dikemukakannya bahwa Sunan Kudus melarang umatnya menyembelih sapi untuk menghormati agama Hindu yang menyucikan binatang tersebut.

"Untuk mengganti sapi, Sunan Kudus meminta umatnya menyembelih kerbau yang dagingnya tidak kalah dengan daging sapi dan masyarakat Kudus hingga sekarang masih menjalankan hal tersebut," katanya.(*)

Minggu, 10 Juli 2011

Pemerintah Luncurkan Program "Gemar Buah Indonesia"


Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah meluncurkan program "Gemar Buah Indonesia" untuk makin meningkatkan konsumsi buah lokal di pasar domestik.

Peluncuran gerakan "Gemar Buah Indonesia" ditandai dengan "belah" miniatur buah durian oleh Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Menteri Pertanian Suswono dan Rektor IPB Herry Suhardiyanto, di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Minggu.

Suswono berharap program "Gemar Buah Indonesia" mampu meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap buah lokal yang memiliki kualitas tak kalah dengan buah impor.

"Kami ingin melalui gerakan ini, masyarakat makin menggemari buah lokal di tengah membanjirnya buah impor," katanya.

Ia menambahkan gerakan itu juga akan didukung langkah-langkah lanjutan seperti perbaikan kualitas, memperpendek mata rantai produksi dan perdsagngan buah sehingga petani buah mendapat harga yang bagus, konsumen mendapatkan harga terjangkau.

Kampanye "Gemar Buah Indonesia" akan dilaksanakan sepanjang 2011-2012 dengan beberapa program mengusulkan Hari Jumat sebagai Hari Buah Nasional, advokasi konsumsi buah lokal di lembaga-lembaga negara, instansi pemerintah, industri makanan dan minuman, hotel, katering, dan retail.

Kampanye juga bertujuan mendorong penerapan standar nasional Indonesia (SNI) buah Indonesia, penerapan standar kualitas bagi buah impor, mendorong kebijakan fiskal terhadap buah lokal Indonesia melalui pengenaan bea masuk lebih tinggi bagi buah impor, mendorong pemerintah memperbaiki tata niaga dan infrastruktur produksi dan perdagangan buah.

Kampanye juga mendorong lahirnya wirausaha baru petani dan pedagang buah lokal Indonesia dengan berbagai program.

Kegiatan yang didukung alumni Institut Pertanian Bogor itu, juga mendorong pengembangan kebun buah terdaftar pada Direktorat Jenderal Hortikultural Kementerian Pertanian yang berjumlah sekitar 2000 kebun dan sudah menerapkan "Good Agriculture Practice" agar lebih berdaya saing bisnis dan menjadi inkubator bisnis bagi wirausaha baru bidang produksi dan perdagangan buah lokal.

Gelaran tersebut juga bertujuan menjembatani program pengembangan wirausaha buah dengan BUMN terkait serta mengoptimalkan lembaga-lembaga penelitian dan institusi pendidikan untuk mendorong kemitraan dan penguatan program pembentukan wirausaha baru di bidang produksi dan perdagangan buah.

Kampanye dimeriahkan dengan jalan dan sepeda santai yang diikuti sekitar 7.000 peserta yang terdiri atas para alumni IPB dan masyarakat umum.

Dirut Perum LKBN ANTARA Ahmad Mukhlis Yusuf selaku Ketua Panitia Jalan dan Sepeda Santai mengatakan jalan dan sepeda santai merupakan kegiatan perdana program "Gemar Buah Indonesia".

Ia menambahkan para peserta jalan dan sepeda santai mendapat bibit buah Indonesia seperti jambu, nangka, durian, rambutan, mangga dan lainnya.

Ketua Himpunan Alumni IPB Said Didu mengatakan kegiatan jalan dan sepeda santai merupakan momentum perdana untuk mendorong para pemangku kepentingan bersama-sama mengangkat harkat dan martabat produk dalam negeri, khususnya buah Indonesia.

"Akan ada program lanjutan yang akan dilaksanakan secara intensif dan sistematis agar buah Indonesia mampu berjaya di negeri sendiri," katanya.

Jumat, 08 Juli 2011

Musim Kemarau, 35 Ribu Ha Ladang Padi di Riau Terancam Gagal Panen

Chaidir Anwar Tanjung - detikNews

Riau - Musim kemarau yang berkepanjangan di Riau dikhawatirkan mengancam 35 ribu hektar ladang padi gagal panen. Bila gagal,dampaknya Riau akan tetap ketergantungan pasokan beras dari luar Provinsi Riau.

Kepala Biro Humas Pemprov Riau, Chairul Riski, mengungkapkan hal itu dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (8/7/2011) di Pekanbaru. Menurutnya, pihaknya menerima laporan dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Riau, bahwa jika 15 hari ke depan curah hujan sangat minim, maka padi yang ditanam pada bulan Mei dan Juni akan terjadi gagal panen.

"Jika benar-benar gagal panen, maka kerugian dari luas lahan 35 ribu hektar itu, bisa mencapai 140 ribu ton. Dengan perkiraan, setiap hektarnya biasanya dapat menghasilkan 4 ton," kata Riski.

Menurut Riski, musim kemarau yang saat ini melanda Riau, akan berdampak pada kegagalan target produksi pada tahun ini. Kondisi tersebut akan membuat Riau masih tetap ketergantungan pasokan berasa dari luar Riau.

"Untuk tahun lalu Riau masih mendatangkan beras dari luar Riau sebanyak 223 ton beras. Bila tahun ini kita gagal panen lagi, maka angka ketergantungan pasokan beras akan terus meningkat dari tahun ke tahun," kata Riski.

Musim kemarau yang terjadi saat ini, lanjut Riski, dengan sendiri juga akan mengganggu rencana panen raya di seluruh Riau yang diprogramkan pada Februari dan Mei tahun depan.

"Seluruh kabupaten kota harus mengantisipasi terjadi kemarau panjang ini, agar lahan pertanian tidak kekeringan," kata Riski.

Perhutani Data Ulang Lahan Hutan Dimanfaatkan Rakyat

Rembang (ANTARA News) - Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mantingan mulai melakukan pendataan ulang lahan hutan negara yang dimanfaatkan masyarakat maupun terikat kerjasama pihak ketiga.

Pendataan ini, menurut Wakil Administratur KPH Mantingan Mochammad Risqon, di Rembang, Rabu, penting untuk mengamankan aset negara, sekaligus menjaga kelestarian di wilayah hutan.

"Perum Perhutani KPH Mantingan melalui asisten Perhutani (asper) akan segera melakukan penertiban aset hutan, termasuk untuk usaha pertambangan seperti rencana investasi PT Semen Gresik," katanya.

Ia mengungkapkan jika lahan milik Perhutani digunakan untuk usaha pertambahan, maka lahan pengganti hutan negara minimal harus seluas dua kali lahan yang dimanfaatkan.

"Jika tidak, tentu izin tak akan dikeluarkan," katanya.

Risqon mengungkapkan, pihaknya menemukan banyaknya lahan aset perusahaan maupun hutan negara yang kini dimanfaatkan masyarakat.

Ia mencontohkan, lahan sepanjang bekas rel lori di Landoh, Kecamatan Sulang, hingga Desa Banyuurip, Kecamatan Gunem, kini banyak digunakan untuk bangunan permanen oleh warga.

"Terkait hal ini, kami akan menyusun nota kesepahaman (MoU) pemanfaatan lahan, yang berisi kesanggupan warga untuk pindah sewaktu-waktu jika lahan tersebut akan diaktifkan kembali," katanya menandaskan.

Ia juga meminta warga berhati-hati dalam memanfaatkan lahan hutan.

"Penebangan pohon di wilayah hutan diatur ketat, terutama pepohonan pada radius 500 meter dari tepi waduk atau danau, 200 meter dari tepi mata air, 100 meter dari kanan kiri sungai dan dua kali kedalaman atau tepi jurang, serta 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah di tepi pantai, dilarang untuk ditebang," katanya.

Ketentuan itu, imbuh ia, tertuang dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang secara jelas menyebutkan larangan seperti perusakan, perambahan dan penebangan pohon.

Gempa Guncang Bengkulu

Bengkulu (ANTARA News) - Gempa bumi berkekuatan 5,0 skala Skala Ritcher (SR) pada pukul 08.04 jumat pagi (8/7) kembali mengguncang Bengkulu.

"Gempa terjadi pada 170 KM Barat daya Bengkulu 182 km Barat Daya Padang Betuah, 186 km Barat Daya Lais-Bengkulu, 203 km Barat Daya Kepahiang Bengkulu, 605 km Barat Laut Jakarta," terang kepala BMKG, Bengkulu, Dadang Permana, Jumat.

Gempa kekuatan 5,0 SR ini berada pada kedalaman 10 KM perairan Bengkulu dan tidak berpotensi tsunami.

Gempa ini sebagian besar tidak dirasakan oleh warga yang kebanyakan telah memulai aktifitas.

"Saya tidak merasakannya jika ada gempa, gak tahu mungkin sudah kebiasaan dengan gempa yang besar mungkin ya," ujar Yani, Mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Bengkulu.

Dadang Permana mengimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada, dan jangan berlaku panik bila terjadi gempa.

Bengkulu merupakan daerah rawan gempa, oleh karena itu BMKG terus melakukan pengawasan dan kontrol ketat terhadap aktifitas gelombang gempa, pergeseran lempeng yang ada di Bengkulu selama 24 jam.

"Masyarakat tidak perlu khawatir dan silahkan beraktifitas kembali, namun kita harus menignkatkan kewasadaan, dan memahami dengan benar praktek evakuasi standar yang telah banyak kita sampaikan ke warga," kata Dadang.

Selasa, 05 Juli 2011

Kerusakan Hutan di NTT Capai 15.163 Hektar

Kupang (ANTARA News) - Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya menegaskan selama 20 tahun terakhir kerusakan hutan di wilayah kepulauan ini telah mencapai 15.163,65 hektar, dari potensi hutan dan lahan seluas 2.109.496,76 hektar.

"Luas wilayah daratan di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 47.349,9 km persegi. Dari total tersebut hutan dalam kawasan hutan mencapai 661.680,74 ha dan di luar kawasan hutan seluas 1.447.816,02 ha," katanya di Kupang, Rabu, terkait dengan hari Lingkungan Hidup sedunia yang dirayakan setiap tahun pada bulan Juni.

Menurut Gubernur Lebu Raya, hutan merupakan komponen penting bagi bumi dalam peranannya untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

"Hutan melayani hampir semua kehidupan terutama bagi kepentingan umat manusia sehingga haruslah ada timbal balik dari umat manusia untuk menjaga dan melestarikan hutan sesuai peran dan kemampuan masing-masing," katanya.

Karena itu, menurut dia, Hari Lingkungan Hidup se-Dunia yang diperingati setiap tahun, tidak sekadar seremoni belaka tetapi penting untuk diberikan perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.

Gubernur Lebu Raya mengatakan, NTT selalu mengalami persoalan di bidang lingkungan hidup. Salah satunya cuaca yang kadang tidak menentu.

"Kondisi alam seperti itu tidak perlu ditangisi. Mari kita berupaya untuk terus maju agar kehidupan rakyat bisa lebih sejahtera," kata Gubernur.

Meski terkadang cuaca tidak menentu, sebut Gubernur, semua itu tidak menjadi kendala dalam mengolah lahan yang gersang.

Terbukti dengan prestasi yang diraih para penerima kalpataru.

"Saya yakin bahwa para penerima Kalpataru ini menanam di atas lahan yang gersang. Ini menunjukan bahwa di mana saja lahan itu bisa ditanami," katanya.

Ia menyebut penerima kalpataru tingkat Provinsi NTT 2011 sebanyak 12 orang dan terdiri dari 7 orang kategori Perintis Lingkungan, 4 orang kategori Pembina Lingkungan, satu orang kategori Penyelamat Lingkungan.

Selanjutnya untuk memotivasi sekolah-sekolah di Provinsi NTT yang memiliki kepedulian dalam pelestarian lingkungan hidup, maka penghargaan Adiwiyata tingkat provinsi diberikan kepada enam sekolah.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup RI, DR. Ir. Gusti Muhammad Hatta, MS dalam sambutannya meminta kepada semua pihak untuk memperhatikan dengan serius kerusakan hutan dan perubahan fungsi lahan karena memberikan kontribusi besar bagi memburuknya perubahan iklim di Indonesia.

Ancaman kelestarian hutan kata Menteri, perlu diantisipasi secara optimal dimana seluruh aktivitas pembangunan khususnya yang terkait dengan hutan harus berwawasan lingkungan dan mengacu pada daya dukung dan daya tampungnya.

"Mari kita jadikan momentum Hari Lingkungan Hidup se Dunia untuk memposisikan hutan sebagai modal utama pembangunan nasional menuju masyarakat sejahtera dan berkelanjutan. Saya ajak semua pihak untuk berpartisipasi menjaga sumber daya alam Indonesia terutama hutan agar dapat bermanfaat secara berkelanjutan," katanya.

Cuaca Ektrem dan Perubahan Iklim Berkaitan

Jakarta (ANTARA News) - Perubahan iklim secara ternyata terkait dengan cuaca ekstrim yang menimbulkan kerusakan di seluruh penjuru duniadalam sepuluh tahun terakhir, ungkap para ilmuwan.

Para ahli meyakini hubungan yang serius antara keduanya setelah lebih dari 20 tahun berkutat pada akibat efek gas rumah kaca atas terjadinya badai besar, banjir dan kekeringan yang menjadi sorotan global.

Kontroversi peralihan (U-turn) iklim itu merupakan kepergian yang radikal dari titik awal sebelumnya dan dibuat oleh sebuah aliansi baru internasional dari para peneliti iklim dari seluruh dunia.

Pertalian dari hubungan peristiwa iklim yang berhubungan telah dibentuk untuk menyelidiki kejadian cuaca yang tak terduga.

Koalisi itu sedang dalam proses pembentukan sebuah laporan akan isu itu akan dilansir pada pertemuan "Denver's World Climate Research Programme" akhir tahun ini.

Gerakan itu tampaknya akan kontroversial, dimasa lalu, para ilmuwan menolak hubungan satu kejadian cuaca yang tak terduga dengan perubahan iklim, tak hanya karena para ilmuwan dari "pertalian iklim" itu sepertinya tertohok oleh para kaum skeptik yang mempertanyakan kaitan antara emisi karbondioksida industrial dan peningkatan suhu global.

Meski begitu, mereka kini percaya bahwa tak lagi relevan menyebut cuaca ekstrem yang hanya "konsisten" dengan perubahan iklim.

Bahkan,koalisi itu menginginkan untuk menganalisa kejadian guna melihat apakah hal itu memungkinkan bahwa peningkatan suhu global pada abad ini ternyata berkontribusi atau menjadi penyebabnya.

Jumlah ilmuwan yang meningkat kini mempersiapkan untuk mengadopsi pendirian yang lebih agresif dalam persoalan itu, dan hal itu telah dilaporkan.

Peter Stott, pimpinan para ilmuwan Iklim dari Met Office Hadley Centre dari Exeter seperti dikutip dari The Independent mengatakan bahwa "kami saat ini bergerak dari balik titik yang mengatakan bahwa kami tak dapat katakan apapun mengenai pertalian kejadian cuaca ekstrem dengan perubahan iklim".

"Hal itu sangat jelas dalam sebuah perubahan iklim kini yang bermakna ada kelembaban lebih di dalam atmosfer dan berpontensi menciptakan badai yang lebih kuat dan hujan yang lebih lebat secara jelas ada di sana," katanya.

Kevin Trentberth, seorang ilmuwan senior dari U.S. National Centre for Atmospheric Research (NCAR) di wilayah Boulder Colorado AS, menambahkan "kami mendapati kandungan air tambahan yang menguap ini mengintai untuk menunggu membuat badai dan kemudian terkandung lebih kelembaban sama seperti panas yang tersedia untuk badai itu terbentuk.

"Model itu memperkirakan hal itu akan beranjang lebih kering di wilayah subtropis, lebih basah dalam palung musim hujan dan lebih basah pada garis lingtang yang lebih tinggi. "Ini adalah pola yang kita saksikan sekarang," katanya.

NCAR bergabung dengan Met office untuk bekerja bersama organisasi iklim lainnya guna menghasilkan inventigasi rinci dalam kejadian cuaca ekstrem.

Berdsarkan keterangan Dr Stott, penelitian sedang dalam proses menuju pengesahan dari European heatwave in 2003. Ketika 35 ribu orang lebih meninggal karena gelombang panas yang penyebabnya berhubungan - dan banjir di Inggris pada tahun 2000 yang diikuti musim gugur terbasah di Inggris sejak catatan yang dimulai pada tahun 1766.

Hal itu juga akan terlihat pada bulan April ini yang terasa hangat di Inggris. Banyak orang percaya bahwa pemanasan global disalahkan untuk datangnya tornado yang tak diduga yang terjadi pada wilayah tenggara AS pada bulan Mei.

Sebuah laporan, yang diperoleh dari perusahaan asuransi munich Re, mengakui bahwa di tahun 2010 merupakan tahun yang terburuk sepanjang catatan bencana alam, dengan sembilan hingga sepuluh dari iklim yang terkait dengan cuaca ekstrim, seperti gelombang panas di rusia dan banjir di Australia dan Pakistan.(*)
(yud)

Kerusakan Lubang Ozon Mencapai 27 Juta Kilometer

Cimahi (ANTARA News) - Kerusakan lubang ozon di kutub Selatan sebesar 27 juta kilomter persegi. Hal ini membuatnya lebih besar dibandingkan Amerika Utara yang luasnya sekitar 25 juta kilometer persegi.

Hal ini terjadi karena banyak sekali perilaku hidup manusia yang tanpa disadari menyebabkannya rusak, kata Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Novita Ambarsari kepada wartawan di sela-sela Sosialisasi Perlindungan Lapisan Ozon di Pusdik Armed, Kota Cimahi, Senin.

"Lubang ozon di kutub Selatan ini bukan dalam arti lubang yang sebenarnya pada lapisan ozon. Akan tetapi, lubang ozon merupakan penipisan lapisan lapisan ozon dengan konsentrasi lebih rendah dari 220 DU. Nilai ini berdasarkan pengamatan ozon di Kutub Selatan yang tidak pernah lebih tinggi dari 220 DU sejak tahun 1979," katanya.

Sedangkan kondisi ozon di Indonesia berdasarkan data total ozon hasil pengukuran satelit Nimbus pada Junu 2009, ada kecendrungan penurunan konsentrasi ozon total di Indonesia sebesar 0,29 DU/tahun. Bahan-bahan kimia perusak lapisan ozon ini terutama berasal dari jenis chlorofluorocarbons (CFC) yang digunakan dalam berbagai produk proses seperti lemari es, pendingin udara, proses pembuatan busa lembut, sebagai cairan pembersih.

"Bahan perusak lapisan ozon banyak digunakan dalam industri alat pemadam kebakaran dan Metil Bromida yang dipakai untuk bahan pestisida. Pemakaian bahan-bahan ini meningkat dengan cepat sejak tahun 1970-an yang menyebabkan kandungannya di atmosfer juga meningkat," ujarnya.

Syaiful Hamdi menambahkan, untuk mengatasi hal ini adalah dengan cara mengubah perilaku manusia. Masyarakat harus disadarkan bahwa manusia harus hidup lebih lama dengan suasana nyaman dan aman. Edukasi yang disampaikan bisa dalam bentuk cerita dan bukti nyata supaya warga tergerak hatinya untuk hidup dengan cara yang lebih baik.

"Banyak kebiasaan masyarakat yang tdak sesuai dengan pola back to nature seperti menyalanya tv tanpa ada menyaksikannya. Padahal energi litrik berasal dari solar. Sedangkan solar tidak bisa diperbarui dan pembakarannya sendiri menyebabkan kerusakan lapisan ozon," ujarnya.

Gempa 5,4 SR Guncang Gunung Sitoli Sumut

Anwar Khumaini - detikNews

Jakarta - Gempa berkekuatan 5,5 skala richter (SR) mengguncang kawasan Gunung Sitoli, Sumatera Utara. Gempa tersebut tidak berpotensi menimbulkan tsunami.

Seperti detikcom kutip dari situs Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), Selasa (5/7/2011) gempa tersebut terjadi tepat pukul 02.00 WIB. Pusat gempa berada di 1.27 LU dan 97.23 BT. Gempa ini berpusat di 57 kilometer dari bawah laut.

Belum ada laporan adanya korban jiwa atau kerusakan bangunan akibat gempa tersebut.